Imam Al Zamakhsyari


MAKALAH

Studi Tokoh Tafsir Klasik Hingga Kontemporer

Imam Al Zamakhsyari

Dosen Pengampu : Dr. H. Saifudin Herlambang, M.A
   

Disusun oleh :
Samsul  Hidayat                      ( 11734014 )
Khoiriyatul Sri Maghfiroh      ( 11734001 )

MAHASISWA IAIN PONTIANAK
2019





BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Dalam dunia tafsir memiliki banyak tokoh yang sangat terkenal dalam bidang tafsir al-Qur’an. Serta setiap-tiap para mufasir memiliki metode dan manhaj tafsir tersendiri dalam menafsirkan isi al-Qur’an tersebut. Ada yang bertumpu pada uraian balaghah al-Qur’an dan segi-segi kemukjizatannya. Ada yang menempuh cara yang ditempuh para fuqoha’, sehingga berkonsentrasi pada ayat-ayat hukum. Ada yang mengedepankan aspek bahasa dan  i’rab. Ada yang sibuk dengan tafsir dirayah dan ra’yu.  Ada yang berlebihan menuturkan masalah-masalah rasional dan filosofis. Ada yang memakai  metode berantakan, takwil-takwil yang dipaksakan, dikuasai oleh bid’ah yang sesat dan aqidah yang menyimpang. Ada juga yang sengaja menyusupkan khufarat, hadis-hadis maudhu’  dan Isra’iliyat untuk mengacaukan aqidah umat muslim dan menghancurkan agama Islam.
Imam as-Zamakhsyari adalah salah satu mufasir yang besar namanya berkat karya beliau dalam bidang tafsir yakni al-Kasysyaf ‘An Haqa’iq al-Tanzil Wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujub al-Takwil. Dalam karyanya ini sangat di kenal dengan ciri khas yakni dalam bidang balaghah. Sementara dalam teologi beliau sangat kuat dalam memasukkan faham-faham yang beliau yakini, teologi yang beliau anut adalah mu’tazilhah maka jangan salahkan jika dalam tafsirnya banyak yang menyimpang.

B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana biografi dan apa saja bidang keilmuan Imam al Zamakhsyari  ?
b.      Bagaimana isi tentang tafsir al-Kasysyaf  ?
c.       Apa komentar para Ulama terhadap kitab Al-kasysyaf ?
d.      Bagaimana contoh penafsiran kitab al-Kasysyaf  ?
e.       Apa pendapat pemakalah tentang kitab Al-Kasysyaf ?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi, Keilmuan Imam Zamakhsyari
Imam Zamarkhsyari memiliki nama lengkap yaitu Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar ibn Muhammad ibn Umar al-Khawarizmi al-Hanafi al-Mu’tazili dan dijuluki Jarullah (tetangga Allah), karena beliau pergi ke Makkah dan tinggal disana lama sekali. Beliau dilahirkan pada 27 Rajab tahun 467 H/1074 M di sebuah desa bernama Zamakhsyar di kawasan Khawarizm ( Turkistan) Rusia. [1]
Imam Zamakhsyari termasuk salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa, ma’ani dan bayan. Ia memiliki banyak karya dalam bidang hadits, tafsir, nahwu, bahasa, ma’ani dan lain-lain. Di antara karyanya ialah Al-Kaysyaf, Al-Fa’iq, Al-Minhaj, Al-Mufashshal, Asas Al-Balaqhah, Ru’us Al-Masa’il Al-Fiqhliyah. Zamakhsyari bermazhab fiqih Hanafi dan penganut teologi atau aliran Mu’tazilah[2]namun karyanya dianggap salah satu karya tafsir penting oleh para ulama Sunni. Pendidikan az-Zamakhsyari pertama kali ia dapatkan dari orang tuanya. Kemudian mengembara ke Bukhara untuk memperdalam ilmu sastra kepada Abu Hasan bin al-Muzhaffar an-Naisaburi dan Abu Mudhar Mahmud bin Jarir adh-Dhabbi al-Ashfahani (w. 507 H). Ia juga pernah belajar dengan ulama fakih, hakim tinggi dan ahli hadis, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ali ad-Damighani (w. 496 H), sedangkan ilmu nahwu ia pelajari dari Abdullah bin Thalhah al-Yabiri.[3]
Imam Zamakhsyari sangat gigih dalam melakukan perjalanan. Beliau sangat sering berpindah-pindah  tempat, berpergian di suatu tempat ke tempat yang lain. Beliau pernah pergi ke Baghdad, Khurasan dan Quds (Palestina). Imam Zamakhsyari pernah tinggal beberapa lama Quds bahkan dikatakan beliau mengarang kitab Al- Kasysyaf disana.[4]
Az-Zamakhsyari tidak pernah menikah, ia membujang seumur hidupnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa alasan ia membujang adalah karena ia sibuk menuntut ilmu dan fokus mengerjakan karyanya. Namun, ada beberapa sumber menyebutkan banyak faktor yang memlatarbelakangi bahwa az-Zamakhsyari lainnya seperti kemiskinan, ketidakstabilan hidup cacat jasmani yang dideritanya. Az-Zamkhsyari wafat pada tahun 538 H.[5]

B.     Tentang kitab Al-Kasyaf
Tafsir karya az-Zamakhsyari yang berjudul Al-Khasysyaf  ‘an Haqa’iq At-Tanzil wa ‘Uyun Al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil merupakan salah satu bentuk tafsir bir ra’yi (tafsir yang mengedepankan rasio). Dalam tafsirnya Zamakhsyari memberikan ruang lebar bagi rasional dalam memahami kandungan Al-Qur’an. Jarang sekali ia mendasarkan penafsiran pada riwayat, baik hadis maupun pandangan ulama. Pengarang kitab tafsir al-Kasyaf memberikan dua sifat. Pertama, yaitu tafsir yang beraliran Mu’tazilah. Bahkan pengarangnya mengungkapkan “Apabila kamu ingin minta izin dengan pengarang kitab al-Kasyaf ini, maka sebutlah namanya dengan Abdul Qasim al-Mu’tazili”, ia memberikan penekanan dengan Abdul Qasim yang Mu’tazilah. Dari kalimat tersebut sudah tergambar bahwa ada indikasi tentang Mu’tazilah. Sifat kedua, yaitu keutamaan dalam nilai bahasa Arab, baik dari segi I’jaz Al-Qur’an balaghah dan fashahah, sebagai bukti jelasnya Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah bukan buatan manusia dan mereka tidak akan mampu meniru seumpamanya. Dalam hal ini, az-Zamakhsyari sangat  mempersiapkannya dengan matang sebelum beliau mengarang kitab tersebut. Ilmu lughah dan bahasa, ilmu bayan dan uslub dan fashahah, ilmu nahwu dan shorof, semua itu sudah dikuasai oleh Imam az-Zamakhsyari. Akan tetapi, penafsiran az-Zamakhsyari dalam kitab al-Kasysyaf banyak berfokus pada pembahasan ilmu bayan dan ma’ani.[6]

C.    Komentar Para Ulama terhadap Penafsiran Imam Zamakhsyari[7]
1.      Pendapat Ibn Syakwal
Di bagian pengantar al Bahr al Muhith  terdapat perbandingan yang dilakukan oleh Al Hafidh Abu al Qasim Ibn Syakwal antara Tafsir Ibn Athiyyah dan Tafsir al Zamakhsyari. Pada bagian pengantar itu, ia berkata, kitab Ibn Athiyyah lebih banyak berisi riwayat, lebih lengkap dan lebih murni, sedangkan kitab al Zamakhsyari lebih simple dan lebih mendalam.
2.      Pendapat Syeikh Haidar al-Harawi
Menurut beliau kitab al-Kasysyaf adalah kitab yang tinggi nilainya dan unggul derajatnya, belum ada karya seperti itu dari Ulama sebelumnya dan tandingan dari Ulama kemudian. Kekokohan susunannya bergabung dengan kata-kata para ahli. Pola-polamya yang indah menyatu dengan para pakar.
3.      Pendapat al-Taj al-Subuki
Beliau beranggapan bahwa al Kasysyaf  adalah kitab yang luar biasa di bidangnya. Penulisnya adalah imam yang ahli di bidangnya. Hanya saja Zamaksyari adalah pembid’ah yang menampakkan bid’ahnya itu, banyak merendahkan martabat kenabian, dan bersikap buruk pada Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Kewajiaban kita adalah menyikapi semua keburukan yang ada di dalam al Kasysyaf.

D.    Contoh Penafsiran al-Zamakhsyari
1.       QS. Al-Baqarah ayat 115
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap disanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.
وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُ 
Menurut Zamakhsyari maksudnya timur dan barat dan seluruh penjuru bumi semuanya milik Allah. Dia memiliki dan menguasi seluruh alam. .

فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ

Maksudnya kearah manapun manusia menghadap Allah hendaknya menghadap kiblat sesuai dengan firman Allah QS. Al_ Baqarah ayat 144 (Maka hadapkan wajahmu kearah Masjidil Haram. Dan dimana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu kearah itu).
فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ
Menurut Zamakhsyari maksud di tempat (Masjidil Haram) itu ada Allah yaitu tempat yang disenangi-Nya dan manusia di perintahkan untuk menghadap Allah ketempat tersebut. Maksud ayat tersebut adalah apabila seorang muslim akan melakukan shalat, maka hadapkanlah kiblatnya ke arah Masjidil Haram dan  Baitul Maqdis, namun apabila ia ragu bahwasanya arah kiblat yang dia arahkan tidak tepat menghadap pada Masjidil Haram tersebut, maka Allah memberikan kemudahan kepadanya untuk mengerjakan shalat dengan menghadap kearah manapun dan di tempat manapun sehingga ia tidak terikat oleh lokasi tertentu.

2.      QS Al-Qiyamah ayat 22-23

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (٢٢) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (٢۳)
Artinya:  Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri (22). Kepada Tuhannyalah mereka melihat (23). 

Dalam menafsirkannya Al-Zamakhsyari mengesampingkan makna lahir dari kata nazirah (melihat) tersebut, sebab menurut paham yang dia anut, yaitu mu’tazilah, Allah SWT itu tidak dapat dilihat. Oleh karena itu, kata nazirah tersebut diganti artinya dengan al-raja’(menunggu, mengharapkan).
Dalam hal ini, Al-Zamaksyari memperlihatkan keberpihakannya pada aliran Mu’tazilah dan membelanya secara gigih, yaitu dengan menarik ayat mutasyabihat pada muhakkamat. Oleh karena itu, ketika ia menemukan suatu ayat yang pada lahirnya (tampaknya) bertentangan dengan prinsip-prinsip Mu’tazilah, maka ia akan mencari jalan keluar dengan cara mengumpulkan beberapa ayat, kemudian mengklasifikasikannya atau mengelompokkannya pada ayat muhakkamat dan mutasyabihat. Ayat-ayat yang sesuai dengan paham Mu’tazilah, ia akan di kelompokkan dalam ayat muhkamat, sedangkan ayat-ayat yang tidak sesuai dengan paham Mu’tazilah dikelompokkan ke dalam ayat mutasyabihat

Sementara dalam tafsir Ibnu Kastir berkata berbeda
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ Dan wajah-wajah (orang-orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri.” Berasal dari kata an-nadhaarah yang artinya rupawan, menawan, cemerlang lagi penuh kebahagiaan.
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ “Kepada Rabb-nyalah mereka melihat.” Yakni melihat dengan kasatmata.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari ra., di dalam Shahih-nya: “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan kasatmata.” Dan telah ditegaskan mengenai penglihatan orang-orang Mukmin terhadap Allah SWT di akhirat kelak dalam beberapa hadist shahih melalui beberapa jalur mutawatir yang ada pada para imam hadist, yang tidak mungkin ditolak dan ditentang.
Hal itu didasarkan pada hadist Abu Sa’id dan Abu Hurairah ra., yang keduanya terdapat di dalam kitab ash-Shahihain bahwasanya ada beberapa orang bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita akan melihat Rabb kita pada hari Kiamat kelak?” Beliau menjawab, “Apakah kalian merasa sakit saat melihat matahari dan bulan yang tidak dihalangi oleh awan?” Mereka menjawab, “Tidak.” Beliaupun bersabda, “Sesungguhnya seperti itulah kalian akan melihat Rabb kalian.
Dalam riwayat Muslim dari Shuhaib, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Jika para penghuni Surga memasuki Surga–beliau bersabda–Allah Ta’ala berfirman: “Apakah kalian mau Aku beri tambahan sesuatu?” Mereka pun menjawab: ‘Bukankah Engkau telah membuat wajah kami berwarna putih. Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke Surga, dan menyelamatkan kami dari Neraka!” Beliau bersabda: “Maka Allah pun menyingkap hijab, mereka tidak diberi sesuatu yang lebih mereka sukai daripada melihat Rabb mereka (secara langsung). Dan itulah tambahannya.

E.     Pendapat Pemakalah
    Pemakalah memiliki komentar dari segi baik dan buruknya, kita akan mulai dari baiknya, Tafsir Al-Kasysyaf  ini sangat menarik untuk di baca karena penjelasan tentang isi kandungannya, dari aspek balaghah tafsir ini sangat di  kagumi pada masanya, hingga tidak jarang banyak para ulama dulu hingga sekarang merujuk ketafsir Al-Kasysyaf . Sedangkang buruknya yakni Imam Zamakhsyari terlalu fanatik dengan aliran/sekte yang di anutnya sehingga sering kali tafsiran yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah beliau fanatik terhadap aliran Mu’tazilah, sering kali Imam Zakhsyari dalam tafsir Al-Kasysyaf  merendahkan sekte Ahlusuunnah Wal Jama’ah dengan

















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar ibn Muhammad ibn Umar al-Khawarizmi al-Hanafi al-Mu’tazili. Nama lengkap dari Imam Zamakhsyari.
Imam al Zamakhsyari adalah seorang yang ahli dalam ilmu tafsir, bahkan banyak Ulama yang sangat kagum dengan karyanya tersebut seakan-akan menambah ke patungan al-Qur’an dari segi balaghahnya. Akan tetapi dari kelebihan tersebut ada sedikit kekurangan beliau yakni terlalu condong teologi yang beliau ikuti sehingga ada tafsir yang menyimpang dari maknanya.

B.     SARAN
Semoga makalah ini dapat di kembangkan lagi dan dapat di himpun menjadi salah satu rujukan tentang tokoh Tafsir.









Daftar Pustaka

Manan’ al-Qaththan, 2006, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an terjemahan Aunur Rafiq El-Mazni, Jakarta Timur:Pustaka Al-Kautsar.
Mani Abd Halim Mahmud, 2006, Metodologi Tasfir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Saifuddin Herlambang, 2018, Studi Tokoh Tafsir Dari Klasik hingga Kontemporer, Pontianak:IAIN Pontianak Press.
Yunus Hasan Abidu, 2007, Tafsir al-Qur’an, Tangerang : Gaya Media Pratama.




[1] Yunus Hasan Abidu, Tafsir al-Qur’an, Tangerang : Gaya Media Pratama, 2017. hlm.149.
[2] Manan’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an terjemahan Aunur Rafiq El-Mazni, Jakarta Timur:Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm.481.
[3] Saifuddin Herlambang, Studi Tokoh Tafsir Dari Klasik hingga Kontemporer, Pontianak:IAIN Pontianak Press, 2018.hlm.28.
[4] Mani Abd Halim Mahmud,Metodologi Tasfir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm 224.
[5] Saifuddin Herlambang, Studi Tokoh Tafsir Dari Klasik hingga Kontemporer…..hlm.29.

[6] Saifuddin Herlambang, Studi Tokoh Tafsir Dari Klasik hingga Kontemporer…..hlm.30.

[7] Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an, ..hlm 151-153.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Al-Mabadi’ Al-‘Asyarah dalam Fiqih dan Ushul Fiqih

Karakteristik Perkembangan dan Pertumbuhan Fiqih dan Ushul Fiqih dalam Sejarah

Penyesalan Diujung Sebuah Kehidupan (CERPEN)